Selasa, 23 Februari 2021

Gravitasi Sosial

               Dalam keseharian kita, sering dipertemukan dengan banyak orang dengan ciri khas masing-masing. Di antara mereka, ada yang berkulit putih, sawo matang, hitam, keriting dan lain sebagainya.

  Ada juga dari latar belakang keluarga terhormat, ada juga yang biasa-biasa saja. Ada yang suka munafik, angkuh/sombong, rendah hati, tulus, rela berkorban dan ada juga yang tidak peduli sesama atau keadaan sekitar, sampai pada orang kaya maupun miskin.

Dari sekian banyak ciri khas maupun latar belakang di atas, tentu kita sudah dapat menentukan, apa dan bagaimana diri kita sendiri.

Melalui tulisan ini, kita diajak untuk memahami sebuah konsep Fisika yang dapat diterapkan dalam keseharian kita masing-masing. Bukan untuk menyelesaikan soal-soal atau sebuah proyek percobaan, tetapi kita diajak untuk memahami serta sedapat mungkin menerapkan arti fisis konsep Fisika dalam kehidupan.

Konsep dimaksud adalah Percepatan Gravitasi yang dikemukakan oleh Isaac Newton pada tahun 1687 melalui konsep gravitasi universal. Konsep ini selanjutnya lebih akrab dikenal orang awam dengan sebutan Gaya Tarik Bumi, dimana konsep ini tidak asing di telinga pembaca sekalian.

Percepatan gravitasi dalam pelajaran Fisika dapat diformulasikan secara matematik sebagai berikut :


Persamaan di atas, diperuntukkan bagi sebuah benda yang berada di permukaan bumi. Dalam hal ini, manusia juga dapat dianggap sebagai sebuah benda.

Jika G dan M tidak berubah, maka yang mempengaruhi besarnya percepatan gravitasi yang dialami benda hanyalah faktor jarak (r).

Ketika benda berada tepat di permukaan bumi, maka ‘r’ sama dengan jari-jari bumi. Tetapi nilai percepatan gravitasi bumi akan berubah, ketika benda ditempatkan pada ketinggian tertentu dari permukaan bumi.

Karena itu, dapat disimpulkan bahwa, semakin tinggi posisi sebuah benda dari permukaan bumi, maka nilai percepatan gravitasi akan semakin kecil. Atau dengan kata lain, pengaruh gaya tarik bumi semakin kecil.

Dengan berkurangnya gaya tarik bumi terhadap benda, maka kemungkinan resiko yang akan diterima semakin besar.

Untuk memahami persoalan di atas, mari kita “menempatkan” diri pada ketinggian 1 meter dan 10 meter dari permukaan tanah. Ketika menjatuhkan diri dari posisi-posisi tersebut, manakah yang lebih menyakitkan?

Inilah salah satu makna fisis yang dapat kita renungkan untuk sedapat mungkin diterapkan dalam kehidupan sosial kita masing-masing.

Bagaimanapun keadaan kita sekarang, tetaplah merendahkan diri. Karena jika kita naik terlalu tinggi, maka sekali jatuh, fatal resikonya.

Konsep percepatan gravitasi ini mengajak kita untuk menempatkan diri pada posisi tidak terlalu tinggi, tetapi juga tidak terlalu rendah. Karena apabila berada pada posisi  terendah, akan diinjak-injak orang ketika melewatinya. Jadi, sedang-sedang saja. Heheheh....

Ketika diperhadapkan dengan orang berlatar belakang dan ciri khas seperti disebutkan di awal, maka jangan merendahkan/meremehkan yang berkekurangan dan juga tidak merasa minder dengan yang berkelebihan. Be yourself.

 

“Ketika Datang Angin Ribut, Pohon Tinggi Akan Tumbang Terlebih Dahulu Dari Pohon-Pohon Kecil”

Selamat membaca, semoga berkenan!

Salam sehat!

Minggu, 21 Februari 2021

Peran Cermin Dalam Mendidik Anak

Medidik anak adalah tugas utama orang tua bagi setiap rumah tangga yang dibangun dan dikaruniai anak-anak. Bukan merupakan hal yang baru bagi bapak dan ibu yang sudah berpangalaman dalam hal mengasuh dan mendidik anak-anaknya.

Lingkungan disebut-sebut sebagai penyumbang pengaruh terbesar dalam tumbuh kembangnya seorang anak, dan keluarga merupakan lingkungan terkecil dan terutama bagi kehidupannya.

Tanpa disadari, ada sebuah konsep Fisika yang sudah dan sementara diterapkan para orang tua dalam hal ini. Bahkan sudah berhasil mengantar mereka pada puncak kesuksesan dalam mendidik anak.

Konsep yang dimaksud adalah Konsep Pematulan Cahaya. Apabila ditanya, mengapa kita dapat melihat benda-benda di sekitar kita? Jawabannya adalah karena ada cahaya. Lalu jika dilanjutkan dengan pertanyaan, bagaimana ketika berada dalam ruang gelap (mati lampu)?

            Sesungguhnya kita dapat melihat karena terjadi pemantulan cahaya. Benda-benda yang dikenai Cahaya, memantulkan cahaya menuju mata kita, lalu diteruskan ke saraf pusat (otak) sehingga kita dapat mengenali benda atau orang bahkan hewan maupun panorama alam tertentu.

Berbicara pemantulan cahaya, ada sebuah benda yang sangat sempurna dalam memantulkan cahaya. Benda ini lebih jujur dari manusia, ia tidak pernah sedikitpun berbohong. Apa yang ditangkap/diterima, itu pula yang ia pantulkan. Hehehehe.....

Sumber : Gambar-gambar-keren.blogspot.com

Cermin merupakan pemantul cahaya yang sempurna. Karena itu, cermin sering digunakan untuk merias diri terutama bagian wajah, karena ia tidak akan sedikitpun membohongi penggunannya. Dapat dibayangkan, ketika setelah merias wajahnya tanpa cermin, seseorang bertanya kepada temannya, sudah rapihkah saya?

Pada umumnya, cermin terdiri atas 2 jenis yaitu, cermin datar dan cermin lengkung. Cermin datar biasanya digunakan untuk merias wajah sedangkan cermin lengkung ditemukan pada kaca Spion kendaraan. Cermin Lengkung terdiri atas cermin cekung dan cermin cembung.

Lalu, bagaimana hubungannya dengan mendidik anak?

Anak sering disebut sebagai cerminan kehidupan dalam rumah tangga (orang tua). Karena itu, Sering kita mendengar perkataan yang ditujukan pada seorang anak bahwa,  “BEGITULAH KELAKUKAN ORANG TUANYA

Perkataan di atas, tidak saja didengar dari orang lain, tapi pembacapun mungkin saja pernah mengatakannya. Ketika melihat seorang anak melakukan suatu tindakan yang tidak biasa.

Tindakan yang tidak biasa di sini adalah tindakan yang menonjol positif maupun menonjol negatif. Sebagian besar orang lebih tertarik dengan tindakan yang menonjol negatif untuk mengomentarinya. Misalkan seorang anak mengeluarkan  kata-kata kasar atau makian, maka kalimat di atas, langsung dilontarkan.

Tidak sebatas perkataan, tindakanpun akan mendapat komentar yang sama, bahkan pola hidup dalam sebuah rumah tangga akan mempengaruhi/membentuk pikiran seorang anak.

Seorang anak kecil, memulai kegiatan belajarnya dengan cara meniru. Oleh sebab itu, apa yang dilihat atau didengar olehnya, akan ditiru dan diterapkan (dipantulkan) kepada orang lain tanpa rekayasa.

Anak-anak berfungsi sebagai cermin, yang akan memantulkan apa saja yang diterima/ditangkap dari benda-benda di sekitarnya (orang tua). Jika tidak menginginkan hal ini terjadi, masuklah dalam ruang yang gelap agar tidak dikenai cahaya, sehingga anak kita tidak meniru hal yang tidak baik.

Dengan kita masuk dalam ruang tidak bercahaya, tidak berarti hal yang positif juga kita sembunyikan dari anak kita. Biarkan mereka meniru hal yang baik, sedangkan apa yang menurut kita tidak pantas diketahui, wajib disembunyikan.

Fungsi lain dari cermin dalam kehidupan kita seringkali dikaitkan dengan masalah introspeksi diri. Mengapa demikian? Karena melalui cermin, kita dapat menemukan siapa dan bagaimana diri kita sebenarnya.

 

“Mari Kita Bercermin, Sebelum Menilai Orang Lain

dan Merawat Cerminan Kita Sebaik Mungkin, Demi Masa Depan Mereka”

Salam! 

Kamis, 11 Februari 2021

Konsep Tekanan dalam Kehidupan Sosial

            Bagi kaum hawa, memakai High heels bukanlah sesuatu yang baru bagi mereka. Tidak demikian bagi kaum adam atau bapak-bapak. Kaum adam cukup melihat dan membayangkan hal itu? Tetapi tentu kita semua dengan mudah membayangkan hal itu bukan?


        Begitulah cara sederhana memahami konsep tekanan dalam ilmu Fisika. Dimana, besarnya tekanan (P) sebanding dengan gaya (F) dan berbanding terbalik dengan luas penampang (A).

Sepasang sepatu bertumit tajam (High heels), ketika digunakan oleh orang yang berbeda bobot badannya lalu menginjak kaki kita, pasti rasa sakit yang dideritapun berbeda. Hal itu diakibatkan karena berat badan (gaya) dari orang yang memakai sepatu itu berbeda.

Rasa sakit yang diterima, dikarenakan bidang sentuh/ujung tumit sepatunya (A) kecil. Rasanya akan berbeda, ketika orang yang sama memakai sepatu dimana ujung tumitnya lebih besar atau rata.

Contoh lainnya dapat ditemukan pada kasus mempertajam alat potong kita. Apabila tidak diasah, maka luas penampangnya besar, sehingga membutuhkan gaya lebih besar untuk menggunakannya.

Ternyata konsep di atas, secara tidak sadar telah dan bahkan sering kita alami atau ditemukan dalam keseharian kita. Bukan hanya pada penggunaan High heels dan mempertajam alat potong ketika hendak digunakan, tetapi dalam kehidupan sosial kita.

Ketika seseorang mengalami persoalan dalam hidupnya, dapat dikatakan dia sementara tertekan.  Apalagi persoalan yang dihadapi cukup rumit untuk menemukan solusinya, maka orang ini akan semakin tertekan.

Tidak jarang kita bertemu orang dengan gangguan kejiwaan atau sering kita sebut orang gila. Pada umumnya diakibatkan karena tidak mampu menemukan solusi untuk keluar dari persoalan yang dihadapi.

Ada juga orang yang rela menghabisi nyawanya sendiri, karena tidak mampu mengatasi suatu persoalan yang sedang dihadapi.

Konsep tekanan di atas, mengisyaratkan kepada kita untuk menjalani hidup dengan memperkecil gaya (F) dan memperbesar luas penampang (A), maka dengan sendirinya tekanan hidup (P) akan menjadi kecil/ringan.

 Gaya (F) yang dimaksud dalam kehidupan sosial adalah Persoalan. Semakin besar persoalan kita, maka semakin besar pula tekanan yang kita alami. Oleh karena itu, berusahalah agar terhindar dari persoalan, maka tekanan hidup kita akan semakin ringan.

Luas penampang (A). Dalam menghadapi persoalan, tentu membutuhkan solusi. Sejauh mana kita mencari dan menemukan solusi atas persoalan kita. Ketika mencoba satu solusi namun tidak berhasil, jangan menyerah, jangan putus asa, cobalah mengatasinya dengan solusi yang lain.

Banyak cara yang dapat digunakan untuk mengatasi suatu persoalan. Karena itu, tidak salah jika ada suatu kata bijak mengatakan “Banyak Jalan ke Roma”. Dapat diartikan bahwa, melalui jalan mana saja, tetapi tujuannya sama, kota Roma.

Namun, sebelum mencari solusi atau memperbesar luas penampang (A), beritahukanlah persoalanmu kepada Yang Maha Kuasa, mintalah petunjukNya. Karena Dialah sumber segala hikmat dan akal budi.

“Jangan katakan kepada Tuhan bahwa anda memiliki persoalan yang besar, tetapi katakanlah kepada persoalan, bahwa anda memiliki Tuhan Yang besar”

(Robert Schuller)

 

Salam sehat!

Rabu, 10 Februari 2021

SABAR NANTI SUBUR


    Kesabaran merupakan salah satu sifat manusia yang tidak dimiliki kebanyakan orang. Kesabaran perlu diuji atau dipelajari. Dia tidak serta merta ada sejak seseorang dilahirkan atau yang dikenal sifat bawaan.

Dalam khotbahnya seorang rohaniawan akan berkata KITA HARUS SABAR dan TABAH dalam menghadapi ujian hidup (ujian iman). Pada kenyataannya diapun belum tentu sabar ataupun tabah dalam menghadapi suatu persoalan.

Karena sebagian orang tidak dapat menumbuhkan sifat sabar dalam dirinya, maka ia akan berdalih dengan berbagai alasan untuk melempar tanggungjawabnya kepada orang lain, atau berusaha menyeret orang lain masuk dalam persoalan yang ia hadapi.

Menumbuhkan kesabaran dalam diri, bukanlah persoalan mudah. Untuk menumbuhkannya, dibutuhkan keberanian, kemauan, kesiapan,  tekad dan rela berkorban. Apabila salah satunya tidak dimiliki, maka kesabaran itu sulit dipelajari.

Jika sifat dasar di atas sudah dimiliki, maka yang dibutuhkan adalah PAKSA. Artinya, keberanian, kemauan, kesiapan,  tekad dan rela berkorban harus dipaksakan sehingga proses belajar kesabaran itu membuahkan hasil.

Apabila ingin menguji kesabaran atau mau belajar bersabar, maka jadilah pengasuh/penjaga orang sakit (stroke). Disitulah kesabaran anda akan teruji. Bagaimana tidak? Semua aktivitas anda tidak berjalan seperti yang direncanakan. Bahkan sebagian rencana kegiatan anda terpaksa harus dibatalkan.

Dapat dibayangkan apabila setiap 15 menit anda dipanggil hanya untuk memperbaiki posisi duduk atau posisi tidur? Apalagi dipanggil ketika anda hendak tidur? Jangan ditanya soal urusan kamar kecil, dimana dalam sehari bisa mencapai belasan kali.

Bersyukurlah bagi para penderita Stroke, yang memiliki banyak orang sabar di sekitarnya. Mereka akan mendapatkan pelayanan yang baik. Orang sabar sering dikuatkan dengan ungkapan “upahmu besar di sorga”.

Penderita stroke pada umumnya adalah orang tua yang memiliki banyak anak, tetapi tidak semua anak dapat menjadi pengasuh yang baik baginya, bahkan tidak ada sama sekali.

Pembaca sekalian tentu tidak asing lagi dengan ungkapan “Satu Orang Tua Dapat Mengurus dan Membesarkan Sepuluh Orang Anak, Tetapi Sepuluh Orang Anak Belum Tentu Dapat Mengurus Satu Orang Tua”

Berdalih dengan alasan kesibukan menjadi senjata usang untuk terhindar dari menjaga orang tuanya. Itu yang sering dijumpai pada hampir semua anak-anak yang orang tuanya merupakan penderita stroke.

Beranggapan bahwa, apabila tidak menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas, maka kesuksesan menjauh darinya. Padahal sebenarnya “berkarya di waklu luang itu biasa saja, namun berkarya di tengah kesibukan itu yang laur biasa, itu baru istimewa”(Noralia Purwa Yunita, M.Pd)

Dukungan pendamping bagi yang sudah berumah tangga baik isteri maupun suami dan anak-anak menjadi alasan berikutnya. Walaupun alasan ini tidak selalu nampak ketika ditanya, mengapa tidak menjaga orang tuanya?

Satu lagi alasan yang kerap digunakan adalah, tidak mengetahui kemauan si orang tua. Mengapa tidak mempelajarinya?

Ada sebuah ungkapan kuno yang bahkan masih dipercayai sampai sekarang mengatakan  “Banyak Anak, Banyak Rezeki”. Ungkapan ini seakan menjadi tidak berarti bagi orang tua ketika di masa tuanya ternyata anak-anaknya tidak mampu memberinya rezeki dalam bentuk perhatian.

Perhatian ini sering disalahartikan bahwa dengan memberinya materi berupa uang, barang bahkan fasilitas yang dibutuhkan sudah cukup. Perhatian yang dibutuhkan sebenarnya adalah kerelaan/keikhlasan/ketulusan menjaganya. Sedangkan materi menjadi prioritas berikutnya.

Orang yang dapat dikatakan sabar mungkin hanya akan ditemukan di panti-panti jompo, yang dengan tulus dan ikhlas serta sabar melayani sekian banyak orang tua yang dititipkan pada mereka.

Mengapa kesabaran menjadi sulit dipelajari? Maukah kita mencobanya? Yang penting ada tekad dan kemauan, maka sesuatu yang sulit akan menjadi mudah dipelajari.

Salam sehat!

Cantikmu Menjanjikan Siang ganti malam, sabit ganti purnama, Seiring detakan jarum jam, Musimpun ikut berganti, Segenap makluk seakan ...