KAMI MEMBUTUHKANMU AYAH
Perjalanan selama kurang lebih 2 jam itu terjadi pada Tanggal 15 Oktober 2020. Dimulai dari rumah, kemudian menyusuri indahnya pantai selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan, lalu melewati pendakian yang cukup mendebarkan menuju Se’i dan diakhiri turunan terjal berbatu menuju rumah salah satu kerabat kami di Desa Pene Selatan, Kecamatan Kolbano.
Sambutan mereka begitu hangat mengingat sudah sekian lama tak berjumpa. Saling melepas rindu dengan ceritera basi – basi ini dan itu, tiba – tiba semuanya serentak terdiam mendengar suara tangisan anak kecil. Dalam pikiran saya, Ternyata kehadiran kami telah mengganggu tidurnya. Ibu dan neneknya bergegas masuk ke kamar tempat asal suara tangisan itu datang. Saya terkejut bukan main karena ternyata ada dua orang anak kecil, mungil dan lucu digendong dari dalam kamar yang mulanya dikira hanya satu orang.
Ya, mereka adalah ANCI
dan ANCE. Sayapun langsung teringat akan
kejadian 1,5 tahun yang lalu, saat ayah mereka dipanggil sang khalik karena
penyakit yang dideritanya. Karena ketiadaan biaya pengobatan, maka sang ayah
(almarhum) meminta kembali ke kampung halamannya untuk mencoba pengobatan
tradisional tanpa mengetahui jelas jenis penyakit yang diderita.
Ketika melihat canda
tawa mereka, dada ini serasa ingin meledak menahan sejuta rasa tercampur
menjadi senyum yang hambar rasanya. Sungguh mereka belum menyadari jikalau sejak
berumur 4 bulan dalam rahim ibu, mereka telah dipisahkan dengan sang ayah. Akibat
kejadian itu, mereka terpaksa meninggalkan rumah mereka dan tinggal bersama Neneknya. Dua orang kakak laki –
laki ditambah pamannyalah yang harus menjalankan fungsi ayah bagi Ance dan Anci
sejak lahir.
Ance dan Anci tidak
sempat merasakan kasih sayang, pelukan dan kehangatan dari sang ayah. Sebagai panutan,
sandaran yang kuat, pencari nafkah dan pemimpin bagi mereka telah pergi
meninggalkan harapan, cita–cita dan kehormatan bagi isteri dan anak–anaknya. Keseharian Ance dan Anci selalu ditemani kakak–kakak, paman,
tetangga terutama kakek, nenek dan ibu mereka berdua. Mereka masih sangat polos
dan lugu, belum memahami keadaannya sendiri sehingga membuat setiap orang terharu
melihat senyum dan tawa dari bibir mereka.
Siapa yang akan dijadikan
panutan ketika beranjak besar nanti, tempat bersandar ketika lemah, kehangatan
ketika merasa dingin, pemimpin ketika salah arah?
Hanya Tuhan yang mengetahuinya. Masa depan,
cita–cita dan harapan, semuanya ada dalam tangan sang pencipta. Sudah tentu
Tuhan mempunyai rencana yang indah bagi Ance dan Anci.
Sekian, Salam Literasi!
Tulisan yang bagus, Pak. Kisah nyata yang mengelus perasaan. Namun, ada beberapa saran ini, Pak. Semoga bisa membantu ke depannya.
BalasHapus1. Kalimat: masuk ke kamar dimana asal suara, seharusnya: masuk ke kamar tempat asal suara.
2. Kalimat: 1,5 tahun yang lalu, di mana ayah mereka dipanggil sang khalik, seharusnya: 1,5 tahun yang lalu, saat/waktu/ketika ayah mereka dipanggil Sang Khalik.
3. Karena ketiadaan biaya pengobatan, maka sang ayah (sebelum maka diberi tanda koma).
4. Tanpa mengetahui jelas jenis (kata "apa" dihilangkan saja).
5. Bersama kakek dan nenek. (Bukan Kakek dan Nenek karena tidak menyebut nama setelahnya).
6. Kakak - kakak dan cita - cita, seharusnya kakak-kakak dan cita-cita.
Oke, sekian saran dari saya, Pak. Tetap semangat menulis dan berbagi. Sip! π
Terimakasih bp Rizkiππππ
HapusSemangat, ternyata sudah mulai aktif
BalasHapus